Setelah berjam-jam terhanyut dalam kabut yang menutupi dunia mereka, kapal-kapal Stygian Nyx akhirnya berlabuh di dunia yang baru. Dengan kondisi yang memprihatinkan, namun masih berdiri tegak, para anggota armada mulai mengecek satu sama lain.
Di atas kapal Isakov, Lerkov, sang Admiral, berdiri di dek, menatap lautan biru yang tak dikenali. Cuaca yang cerah di dunia baru ini terasa menipu. Angin yang sejuk bertiup lembut, bertolak belakang dengan pertempuran yang baru saja mereka alami. Di sampingnya, Nilan, adik angkatnya yang selalu setia, mengamati sekeliling dengan mata penuh kebingungan.
"Ini... dunia apa sebenarnya ini?" tanya Nilan, masih terkejut dengan perubahan yang begitu drastis.
"Kita belum tahu, Nilan. Tapi yang jelas, kita harus bertahan. Tidak ada waktu untuk bertanya terlalu banyak," jawab Lerkov dengan suara yang tegas namun penuh pertimbangan.
Di dekat mereka, Shin, Letnan Eksekutif Isakov, memeriksa sistem komunikasi yang rusak. "Sistem komunikasi masih berfungsi, meski sebagian besar data hilang. Tapi, kita bisa menghubungi kapal-kapal lain," katanya. Ketegangan di wajah Shin menandakan betapa seriusnya situasi ini.
"Pastikan kita tetap terhubung dengan semua kapal. Kita harus tahu kondisi mereka," Lerkov memberi perintah singkat, tanpa menunjukkan tanda-tanda kelelahan meskipun baru saja melewati pertempuran berat.
Di kapal Sovrevmenny, Erwang, sang Kapten yang tegas dan berpengalaman, sedang memeriksa kondisi krunya. "Kita bertahan, meski banyak kerusakan. Beberapa bagian kapal perlu perbaikan segera, tapi kita masih dalam kondisi yang layak," katanya kepada anak buahnya, suaranya penuh kekuatan.
Di Udaloy, Halsey, Kapten yang dikenal dengan kecermatannya, memeriksa kondisi kapal dan pasukannya. "Kita harus bertahan lebih lama. Ini bukan akhir, hanya awal dari perjalanan baru," katanya dengan keyakinan yang menular. Halsey selalu punya ketenangan di tengah kekacauan.
Jhon dari Chapayev berdiri di atas kapal, memeriksa keadaan dengan ekspresi yang lebih santai, meski jelas bahwa dia juga khawatir. "Kami bertahan. Itu yang penting," katanya dengan senyum tipis, meskipun matanya menunjukkan kelelahan. Kyoo, sang Letnan, mendekat dengan wajah penuh pertanyaan. "Apa langkah selanjutnya, Kapten?"
Jhon hanya mengangkat bahu. "Kita lihat saja dulu, Kyoo. Dunia ini baru bagi kita semua."
Di Kuznetsov, Ruver berdiri dengan tangan terlipat, memandang horizon yang luas. "Kita sudah terlalu jauh untuk mundur. Harus ada sesuatu di sini yang menunggu kita," katanya dengan nada penuh keyakinan. Reina, yang selalu ceria meskipun suasana sedang mencekam, berdiri di sampingnya. "Tapi kita harus tetap hati-hati, Kapten. Kita nggak tahu apa yang ada di sini."
Mereka semua berkumpul, berdiri di dek kapal masing-masing, menilai keadaan mereka dan dunia baru yang terbentang di depan mata. Keheningan menyelimuti mereka, seolah-olah dunia ini menunggu mereka untuk melangkah lebih jauh.
Dengan kondisi kapal yang rusak, kru yang lelah, dan dunia yang penuh misteri ini, mereka hanya bisa berharap satu hal: bahwa bersama, mereka bisa menghadapinya. Tidak ada pilihan lain selain maju.
"Semua kapal, pastikan kondisi stabil. Lapor jika ada masalah. Kita belum tahu apa yang ada di depan kita," perintah Lerkov, suaranya penuh perintah, tapi tetap ada keteguhan yang membuat semuanya merasa aman.
Mereka semua tahu satu hal—ini bukan akhir dari perjalanan mereka. Ini adalah awal dari petualangan yang lebih besar, dan mereka harus bertahan untuk menghadapi apa pun yang datang.