Sore itu, aula sekolah dipenuhi sorak-sorai penonton yang mendukung tim basket. Melody duduk di barisan depan tribun, matanya berbinar setiap kali Toni mencetak angka. Senyumnya tak pernah lepas sepanjang pertandingan, dadanya dipenuhi rasa bangga sekaligus degup tak terkendali.
Di sudut tribun, Kenny dan Larry duduk berdua, mengamati dari kejauhan. Mereka tak bergabung dalam keriuhan, hanya diam memperhatikan Melody.
"Kamu lihat, kan? Dia bahagia banget," kata Kenny dengan suara pelan.
Larry mengangguk, namun matanya tetap menatap lapangan."Iya… bahagia," ucapnya, meski dalam hatinya ada rasa was-was yang sulit ditepis.
Di bangku pemain cadangan, Toni duduk bersama teman-temannya. Suara tawa mereka terdengar samar dari tribun.
"Jadi, lo udah siap menang taruhan, Ton?" tanya salah satu temannya sambil tertawa.
Toni menyeringai."Tenang aja. Melody udah kayak boneka yang nurut. Tinggal bikin dia bilang 'aku cinta kamu' di depan semua orang, dan gue menang taruhan."
Tawa mereka meledak tanpa menyadari bahwa seseorang mendengarnya. Larry, yang sedang membeli minuman di kantin dekat lapangan, mendengar percakapan itu dengan jelas. Napasnya tercekat, tangan yang memegang botol minuman gemetar.
Saat kembali ke tribun, wajah Larry terlihat tegang. Kenny memperhatikannya dengan curiga."Kenapa kamu? Mukamu pucat banget," bisik Kenny.
Larry menatap Kenny dengan sorot mata yang dalam, suaranya penuh amarah yang ditahan."Kenny… gosip itu benar. Toni… dia cuma main-main sama Melody."
Kenny terdiam, dadanya terasa sesak. Ada dorongan untuk segera memberitahu Melody, tapi Larry menggenggam lengan Kenny.
"Belum sekarang. Kalau kita salah cara, Melody mungkin nggak akan percaya sama kita. Kita harus pastikan dulu," kata Larry dengan tegas.
Kenny mengangguk berat. "Tapi kita nggak boleh biarin Toni nyakitin dia lebih jauh."
Pertandingan usai dengan kemenangan tim Toni. Melody berlari ke arah Toni dengan wajah penuh kebahagiaan."Selamat, Kak Toni! Kamu keren banget!" serunya sambil menyerahkan botol air.
Toni tersenyum, menerima botol itu."Thanks. Kamu memang pembawa keberuntunganku."
Dari kejauhan, Kenny dan Larry hanya bisa menatap. Hati mereka terasa remuk, tapi mereka bertekad untuk menjaga Melody—apa pun yang terjadi.