Cherreads

Chapter 46 - Bab 46: Dunia Asal yang Tak Lagi Sama

Semuanya terjadi begitu cepat.

Langit Auralis pecah oleh gelombang sihir waktu yang liar.

Rania berusaha menstabilkan energi, tapi gema waktu yang tak cocok dari tiga dimensi menolaknya.

> Lalu… cahaya putih menyilaukan menyelimuti tubuhnya.

“Rania!” teriak Kaen, tangannya hampir mencapai jemari gadis itu.

Tapi terlambat.

Rania menghilang—diseret waktu—tanpa tujuan, tanpa kendali.

---

Ketika ia membuka mata…

Udara yang ia hirup tak lagi beraroma embun kristal Auralis.

Langit yang ia lihat tidak berlapis bintang tiga dimensi.

Dan suara pertama yang ia dengar adalah…

> “Rania? Kamu nggak apa-apa?”

Suara ibu.

Suara dunia asalnya.

---

Ia tersentak bangun. Napasnya memburu.

Ia berada di kamarnya—kamar sempit di rumah kecil di pinggiran kota. Tirai biru bergoyang pelan. Poster lama di dinding. Lemari tua. Buku kuliah.

> Dunia asalnya.

Bumi.

Tangannya segera meraba leher. Jam waktu masih tergantung.

Tapi...

> Retak.

Kaca luarnya pecah, dan jarumnya berhenti tepat di detik ia menghilang.

“Tidak… tidak… kenapa aku di sini?” bisiknya panik.

Ia mencoba menyentuh jam, merapal mantra waktu yang ia hafal… tapi tak terjadi apa pun.

> Jam itu… mati.

---

Hari pertama, Rania mencoba menganggap ini mimpi.

Hari kedua, ia mulai panik. Ia menangis malam-malam, memanggil nama Kaen dalam doa dan desakan yang tak pernah ia bayangkan akan ia ucapkan kembali di dunia ini.

Hari ketiga, ia kembali kuliah. Wajah-wajah teman lamanya menyambut, tapi terasa asing. Percakapan mereka hampa.

> Ia tertawa… tapi hatinya kosong.

Ia makan… tapi rasanya hambar.

Ia tidur… tapi terus bermimpi tentang Kaen, Reina, dan Auralis.

> Dunia ini sudah tak cocok lagi dengannya.

---

Satu malam, saat hujan turun, Rania memberanikan diri membuka kembali lemari tua milik ibunya. Di dalamnya, tersimpan sebuah kotak kecil dari kayu hitam yang belum pernah ia buka.

Tangan Rania gemetar.

Ukiran pada tutupnya membuatnya tercekat: lambang jam waktu yang sama dengan milik Kaen.

> “Apa ini…?”

Ia membuka kotak itu perlahan. Di dalamnya… sebuah jam waktu kedua.

Jam itu bersinar lembut—tak seperti jamnya yang rusak.

Dan bersama jam itu, ada secarik surat.

---

Untuk Rania, anakku…

Jika kau membaca ini, berarti waktumu telah berubah.

Kau mungkin telah menginjak dunia yang lain, dan bila waktu memanggilmu pulang, ketahuilah: kau memiliki dua jalur.

Satu dari darahmu… dan satu lagi dari cinta yang akan kau temukan.

Aku meninggalkan jam ini bukan untuk membuatmu kembali ke asal…

…tapi untuk memastikan, ketika waktumu rusak, hatimu tetap bisa memilih.

—Ibumu

---

Rania menggenggam surat itu dengan air mata tumpah.

Ia meraih jam kedua, yang berdetak pelan… lalu semakin cepat ketika menyentuh kulitnya.

> Jam itu mengenali darahnya.

Dan mengenali panggilan hatinya.

---

Detik itu juga, cahaya keperakan menyelubunginya.

Rania menutup mata.

> “Tunggu aku, Kaen…”

“…aku pulang.”

---

Ia tak tahu berapa lama ia melayang.

Tapi ketika membuka mata…

Ia berdiri di lorong istana Auralis yang telah berubah bentuk.

Langit di atasnya oranye keemasan. Air dan api bersatu di permukaan sungai. Bunga es tumbuh berdampingan dengan rumput api.

> Dunia yang ia ciptakan kembali… telah berevolusi.

Kaen muncul dari ujung lorong. Wajahnya berubah—lebih letih. Lebih dewasa.

Tapi ketika melihat Rania…

> Ia berlari.

Dan memeluknya erat, seperti tak ingin melepaskan lagi.

“Dua bulan…” bisik Kaen. “Kau hilang selama dua bulan…”

Rania menangis dalam pelukannya.

> “Aku terjebak… jamku rusak… aku pikir… aku nggak akan bisa kembali…”

Kaen memejamkan mata, tangannya memeluk lebih erat.

> “Tapi kau kembali…

…karena kau punya dua jalan.

Dan kau… memilih aku.”

---

Di belakang mereka, Reina, Alendra, dan Elvaron berdiri.

Reina tersenyum sambil menahan air mata. “Selamat datang kembali… Penjaga Waktu Keempat.”

Alendra mengangguk pelan. “Auralis… berdenyut lagi sejak detik kau menginjakkan kaki.”

Rania menatap mereka semua. Lalu menatap langit.

> Ia tahu… perjuangan belum selesai.

Tapi setidaknya, untuk sekarang…

> Ia sudah pulang.

More Chapters