Dua hari telah berlalu sejak Rania kembali dari Retakan Tertutup. Kehidupan di istana perlahan kembali normal. Tapi bagi Rania, tak ada yang benar-benar kembali seperti semula.
Setiap sudut istana kini menyimpan bayangan.
Bayangan Kael.
Bayangan masa depan yang ia tinggalkan.
Dan bayangan dua pria yang hatinya mulai ia kenal lebih dari yang seharusnya.
---
Pagi itu, Rania berjalan di taman barat. Angin pagi membelai rambutnya. Ia mengenakan gaun polos berwarna hijau zamrud—tanpa perhiasan, tanpa embel-embel kebangsawanan. Ia hanya ingin menjadi dirinya sendiri.
Lalu dari kejauhan…
Arven datang dengan seekor kuda putih.
“Kau belum pernah menunggangi kuda, bukan?” tanyanya sambil tersenyum tipis.
Rania mengangkat alis. “Tunggu… jangan bilang kau mau ngajak aku latihan sekarang?”
“Kenapa tidak?” jawabnya santai. “Pangeran juga bisa jadi guru, kalau muridnya… spesial.”
Rania terkekeh. Tapi ia tak menolak.
---
Beberapa saat kemudian, mereka sudah berlari pelan di sekitar hutan istana. Arven duduk di depan, memegang kendali, dan Rania di belakangnya, tangannya melingkar tak sengaja di pinggang pria itu.
Untuk pertama kalinya, Rania merasakan ketenangan.
“Arven…”
“Hmm?”
“Kalau waktu memberimu satu kesempatan untuk memilih ulang… kau akan memilih jadi apa?”
Arven diam sejenak.
“Penjaga taman,” jawabnya.
Rania mengerutkan kening. “Serius?”
“Ya. Karena jika aku hanya penjaga taman, aku tak perlu memikirkan takhta, perang, atau pengkhianatan. Aku hanya perlu menyiram bunga… dan memastikan seseorang sepertimu tak pernah sedih saat melewati jalan setapak.”
Deg.
Hati Rania menegang.
Tapi sebelum ia bisa menjawab, suara kuda lain terdengar.
Elvaron.
Ia menatap Rania dari atas kudanya, lalu turun.
“Aku tidak ingin mengganggu, tapi Master Erthyn meminta kita semua kembali ke ruang kristal. Ada tamu… dari dimensi lain.”
---
Ruang kristal istana penuh cahaya putih saat Rania, Arven, dan Elvaron masuk.
Di sana, berdiri seseorang yang belum pernah mereka lihat. Seorang wanita muda dengan jubah biru tua, rambut dikepang panjang, dan gelang waktu versi terbaru di pergelangan tangannya.
“Namaku Reina. Aku datang dari tahun 2132,” katanya tegas. “Dan aku diutus oleh Dewan Waktu dari masa depan.”
“Dewan waktu?” tanya Master Erthyn terkejut. “Itu hanya legenda…”
Reina menatap Rania.
“Kael… berhasil keluar dari Retakan. Tapi ia tidak kembali sebagai manusia. Ia berubah. Menjadi—**
> Fragmen Waktu.
“Dan dia sedang memburu satu-satunya energi penyeimbang… yang ada dalam dirimu, Rania.”
Ruangan itu mendadak hening.
Elvaron dan Arven serentak melangkah maju.
“Jika dia menyentuh Rania lagi—” kata Arven.
“—maka waktu akan hancur,” lanjut Elvaron, serius.
Reina mengangguk. “Kael bukan lagi manusia. Dia pecahan dari waktu yang rusak. Tapi jika ia berhasil menyatu kembali dengan gelang itu…” —matanya tertuju pada Rania— “...kau tidak akan punya pilihan selain… menghancurkannya.”
---
Malam harinya, Rania berdiri lama di jendela kamarnya, memandangi langit Auralis. Di kejauhan, ia melihat dua sosok berdiri bersisian di taman bawah: Arven dan Elvaron.
Mereka tidak bicara.
Tapi keduanya… menatap jendela yang sama.
Dan Rania tahu… ia hanya satu.
Tapi waktu menjadikannya pusat dari dua takdir yang bertabrakan.