Cherreads

Chapter 4 - Bab 6 ( Alkein - Ruhosi)

Bab 6 – Riuh Langkah Pertama

Fajar pertama yang Ruhosi tapaki di luar wilayah Ras Bayangan terasa asing namun menggugah. Matahari menyemburatkan cahaya keemasan yang menari di sela-sela ranting pohon purba, menciptakan siluet bayangan yang bergelombang. Ia berdiri di sebuah bukit yang menghadap ke lembah luas yang ditutupi kabut tipis. Dengan jubah kulit monster yang mulai usang dan retakan-retakan di tubuhnya yang menyemburkan aura asap hitam, ia tampak seperti sosok yang baru saja keluar dari legenda kelam.

"Baiklah, dunia luar," katanya dengan senyum santai namun matanya tetap waspada. "Mari kita lihat siapa yang lebih konyol di antara kita."

Langkahnya ringan, terkadang ia bersiul dengan nada tak jelas, namun telinganya yang runcing bergerak-gerak setiap kali suara aneh terdengar. Di pundaknya bergelantung sebuah kantung kecil berisi bekal seadanya dan kristal penunjuk arah pemberian Ras Bayangan.

Beberapa jam perjalanan membawa Ruhosi ke tepian hutan kering dengan pohon-pohon berkepala bengkok dan suara gemerisik aneh di balik semak-semak. Tanpa tanda, tanah tiba-tiba bergetar, dan dari balik rerumputan, muncul makhluk mirip serigala dengan mata berlapis kabut.

Ruhosi tidak langsung menyerang. Ia malah duduk sambil meraih sepotong roti keras dari kantungnya.

"Hei, kalian lapar juga? Aku cuma punya satu, jadi kalian harus adu dulu siapa yang paling galak buat dapat ini."

Makhluk-makhluk itu justru saling menggeram satu sama lain. Momen itu dimanfaatkan Ruhosi untuk membaca pergerakan mereka. Ketika dua di antaranya melompat, ia berguling ke kiri, lalu dengan sekali hentak kaki, tanah pecah, menimbulkan ledakan kecil yang mengejutkan kawanan itu.

Dalam kekacauan itu, Ruhosi tidak membunuh. Ia hanya membuat mereka terpental dan pergi terbirit-birit. "Kalau aku langsung habisi mereka, nanti nggak ada yang cerita ke teman-temannya tentang betapa kerennya aku."

Setelah insiden itu, Ruhosi melanjutkan perjalanannya ke utara, menuju Lembah Kilau — tempat yang dikatakan menjadi perbatasan antara wilayah ras manusia dan ras Esleth, para penghuni danau dingin.

Di tengah perjalanan, ia menemukan reruntuhan batu yang sebagian tertutup tanaman liar. Di atas salah satu pilar tua, terdapat simbol menyerupai mata berbalik — lambang dari ras kuno yang sudah lama menghilang.

Saat Ruhosi menyentuhnya, pilar itu bergetar dan bayangan samar muncul — sosok berjubah panjang dengan suara berat dan gema lembut.

"Pewarisku... Apakah kau siap menghadapi ketujuh penjaga dunia?"

Ruhosi membalas sambil mengedipkan mata, "Yang penting, apakah mereka siap menghadapi aku?"

Bayangan itu menghilang begitu saja, menyisakan tawa samar di angin. Ruhosi tahu, ini bukan pertemuan terakhirnya dengan sesuatu yang lebih besar. Di balik konyolnya sikapnya, ada naluri yang merasakan bahwa dunia mulai bergerak — dan ia berada di pusat pusarannya.

Lalu malam turun. Ruhosi membangun tenda dari daun besar dan ranting. Di balik kegelapan, mata-mata mengintai. Bukan hewan liar. Bukan makhluk biasa. Tapi mata dari ras yang menolak cahaya — ras pertama yang akan menguji siapa sebenarnya Ruhosi.

Ia merebahkan tubuhnya dan menatap langit. "Besok akan seru, ya kan? Tapi jangan terlalu serius, dunia. Aku lebih suka yang absurd tapi seru."

Dan malam itu, angin membawa aroma petualangan yang tak bisa ditolak oleh siapa pun yang pernah mencium baunya.

More Chapters