Kaelith
Malam ini, langit menggantung berat di atas Thirandel—gunung-gunung tua yang menjulang seperti punggung naga mati, punggung yang sejak lama kehilangan kilauan nya.
Batu-batu di sini terasa lebih dingin, lebih tajam. Bahkan angin pun seolah enggan berembus terlalu lama, takut membangunkan sesuatu yang terkubur di dalam.
Kami berdiri di depan mulut Iron Vein, tambang berlian tua yang kini lebih mirip rahang makhluk purba. Hitam, menganga, dan menelan cahaya malam tanpa sisa.
Sylas menyipitkan mata, menunduk sedikit dan menatap ke dalam kegelapan. Aku berdiri di sebelahnya, kedua tangan sudah melekat erat di sarung belatinya.
"Tempat yang indah untuk mati," gumamnya, nada suaranya ringan, seolah kami hendak masuk ke pesta, bukan penyergapan.
Aku tidak menjawab. Peta di tanganku sudah jelas—tanda X itu menunjuk ke dalam sini. Tak ada keraguan. Tak ada jalan mundur.