Cherreads

Di Balik Senyum Suamiku

Seni_Anggraeni
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
869
Views
Synopsis
Dalam cerita ini menggambarkan tentang kehidupan seorang perempuan bernama Azzahra Mutiara Pratiwi. Azzahra sendiri adalah seorang anak dari pengusaha sukses yang ada di kotanya. Reyhan ini juga adalah seorang anak dari pengusaha terkenal di kotanya. Awalnya Reyhan dan Azzahra bertemu di salah satu event perusahaan. tanpa mereka tahu jika orang tua mereka yang notabenenya adalah rekan bisnis, sedang merencanakan perjodohan mereka. baca kisah selengkapnya disini yahh. Nantikan kelanjutannya. selamat membaca gaes
VIEW MORE

Chapter 1 - BAB 1 Aku Akan Menaklukan Hatimu

Azzahra adalah seorang karyawan swasta, dia bekerja sebagai petugas administrasi di salah satu rumah sakit swasta di kotanya. Dia adalah seorang pekerja keras meskipun orang tuanya cukup berada, dia tetap memilih mandiri, dia dikenal sebagai gadis yang ramah dan pekerja keras, tidak mudah akrab dengan orang baru. 

Awal mula bekerja, Azzahra dianggap pendiam oleh rekan-rekannya—jawabannya selalu singkat, dan ia lebih sering diam jika tak ada yang penting untuk dibicarakan. Tapi waktu membentuk kenyamanan. Semakin lama mereka mengenalnya, semakin terlihat sisi menyenangkan dari Azzahra. Orang-orang di sekitarnya memanggilnya Ara.

"Ara, baru pulang, Nak? Capek ya, sayang?" sapa Mama saat Ara membuka pintu.

" Iya mam. Ara cape tapi Ara senang, sekarang Ara mau bermanja manja sama mama biar capenya ilang." jawab Azzahra sambil memeluk mamanya erat

" Anak ini, sudah besar masih manja aja." Ce;etuk Mama, tersenyum geli

" Tapi mama senang, kan?" Goda Azzahra sambil meringis manja

" Tentu dong, yang manja anak gadis mama yang cantik ini." Sahut Mama sambil mencolek pipi Azzahra

" Ahhh, mama." BAlas Azzahra pipinya merona. " Oh iya, papa belum pulang?"

" Belum, papa bilang mau lembur . Pulangnya agak malam." Jawab mamanya. " Ayo mandi dulu, nanti kita makan malam bareng."

" Siap, Mam." Azzahra berlari kecil ke kamarnya.

Setibanya di kamar dia meletakan tas, mengecek ponselnya sebentar, merebahkan badannya tubuhnya yang pegal karena seharian duduk. saat sedang scroll tiktok, notifikasi pesan masuk dari seseorang yang akhir-akhir ini membuatnya senyum-senyum sendiri.

" Ra, sedang apa?" 

" lagi rebahan kak, cape banget hari ini." 

" Istirahat aja, Ra. Nanti malam aku video call yah, boleh?"

" Boleh kok kak Vian." 

" Oke, tunggu ya, Ra. Aku siap siap mau pulang dinas." 

Alvian adalah seorang perawat di rumah sakit yang sama. Ia tertarik pada Azzahra sejak awal, justru karena kesan dingin dan cueknya yang berbeda dari kebanyakan. Semakin mengenalnya, ia menemukan sosok Azzahra yang lembut, tulus, dan rajin. Bagi Alvian, Azzahra adalah tantangan sekaligus seseorang yang patut diperjuangkan.

" Aku akan menaklukan hatimu, Ra." itulah janji dalam hati Alvian sejak pertemuan pertama mereka.

Malam pun tiba. Setelah makan malam bersama Mama, Ara pamit untuk mengangkat video call dari Alvian. Mereka berbincang hingga lupa waktu. Layaknya dua insan yang mulai jatuh hati, obrolan sederhana terasa begitu dalam.

" Gak kerasa waktu udah malam banget." Ujar Alvian

" Iya kak." Balas Azzahra pelan

" Besok kamu masih shift pagi?"

" Iya kak, masih."

" Besok Aku jemput yah."

" Iya kak aku tunggu." Jawab Azzahra sambil tersenyum lebar

" Good night, Ra." kata Alvian sebelum dia mematikan sambungannya

Setelah panggilan berakhir, Ara tidak bisa langsung tidur. Ia senyam-senyum sendiri, guling-guling tak karuan, dan memeluk bantal dengan pipi yang memerah. Rasa bahagia itu nyata—dan ini pertama kalinya dia merasakan yang seperti ini.

Pagi pun datang. Saat sarapan, Ara tidak bisa menyembunyikan senyum bahagianya.

"Ra, kamu kenapa senyum-senyum terus? Lagi jatuh cinta ya?" tanya Papa sambil menggoda.

"Ah, enggak, Pap. Apaan sih..." elaknya malu-malu.

"Kalau iya, kenalin ke Papa, ya." sahut Papa sambil tertawa.

"Ih Papa, gangguin terus sih." Ara langsung bergelayut manja ke Mama.

"Udah-udah, ayo makan dulu. Nanti telat." kata Mama menengahi sambil tersenyum.

Setelah sarapan, Ara pamit dan memeluk orang tuanya sebelum pergi. Alvian sudah menunggu di depan rumah. Dari balik jendela, Mama dan Papa memperhatikan mereka.

"Mam, anak kita udah besar, ya. Dulu digendong, sekarang dijemput cowok." ucap Papa pelan.

"Iya, Pap. Semoga anak kita bahagia. Semoga laki-laki itu tidak pernah menyakitinya." bisik Mama, menahan haru.

Sesampainya di rumah sakit, mereka menuju ruang masing-masing. Tatapan rekan kerja menyambut Azzahra, terutama ketika melihatnya datang bersama Alvian.

"Ra! Lo bareng Kak Alvian? Jadian ya?" tanya Melisa penuh rasa ingin tahu.

"Hah? Enggak, cuma bareng karena searah aja kok." jawab Ara, berusaha tenang.

"Bohong! Mukamu merah tuh!" sela Nuri sambil tertawa.

"Apaan sih kalian! Belum jadian, eh... maksudnya..." Ara menunduk, tak bisa menyembunyikan senyum.

"Tuh kan, belum. Tapi bakal, tuh!" goda Melisa.

"Udah ah, gangguin terus. Pergi gih, kerja sana!" Ara mendorong mereka ke meja masing-masing.

Meski kesal, Ara tidak bisa menahan senyum. Hari itu berjalan seperti biasa dengan sedikit godaan, banyak senyum, dan hati yang terasa lebih hangat dari biasanya.

Sore itu, setelah jam kerja selesai, Azzahra menunggu di lobi rumah sakit. Beberapa rekan kerja yang lewat masih sempat melirik dan tersenyum menggoda, tapi Azzahra hanya membalas dengan senyum malu-malu. Tak lama kemudian, Alvian muncul dengan seragam dinasnya yang sedikit kusut, namun tetap tampak rapi.

"Maaf ya, Ra. Nunggu lama?" tanyanya dengan napas sedikit memburu.

"Enggak kok, aku juga baru turun."

Mereka berjalan beriringan menuju parkiran. Sesekali Azzahra melirik ke arah Alvian, mencoba menyembunyikan senyum yang selalu muncul tanpa izin. Alvian, di sisi lain, tampak tenang, tapi tatapannya ke Azzahra penuh arti.

"Mau langsung pulang atau mampir dulu?" tanya Alvian sambil membuka pintu mobil untuknya.

"Kalau mampir, nggak merepotkan?"

"Sama kamu, gak ada kata repot." jawab Alvian, lalu tersenyum.

Mereka memutuskan untuk mampir ke kedai kopi kecil di dekat rumah sakit. Tempatnya tidak terlalu ramai, cukup untuk duduk berdua di sudut ruangan yang hangat. Mereka memesan minuman dan berbincang ringan, mulai dari hal-hal lucu di tempat kerja, hingga impian masa depan.

Di tengah tawa dan percakapan, ada momen hening sejenak. Alvian menatap Azzahra dalam-dalam.

"Ra... aku serius, tahu."

Azzahra terdiam. Jantungnya berdetak lebih cepat.

"Serius apa, Kak?" tanyanya pelan.

"Aku pengen kenal kamu lebih dalam. Gak cuma sekadar ngobrol sepulang kerja. Aku suka kamu."

Azzahra menunduk, pipinya merah.

"Aku juga, Kak."

Mereka saling tersenyum. Tak perlu kata-kata lebih banyak. Di antara dua cangkir kopi dan cahaya lampu hangat, sebuah kisah cinta mulai tumbuh—perlahan, tapi pasti.

Setelah percakapan jujur itu, suasana menjadi lebih tenang, tapi juga lebih dekat. Tidak ada lagi jarak seperti sebelumnya. Sesekali tangan mereka bersentuhan di atas meja, dan Azzahra tidak lagi menariknya cepat-cepat. Ada kenyamanan yang baru, seolah dunia mengecil hanya untuk mereka berdua.

"Kamu tahu nggak, Ra? Aku biasanya nggak segugup ini sama orang." kata Alvian sambil menatap minumannya.

"Aku juga nggak pernah seperti ini, Kak. Ini pertama kalinya aku dekat dengan seseorang." balas Azzahra jujur.

Alvian tersenyum. Tatapannya lembut, tanpa tekanan.

"Berarti kita sama. Sama-sama belajar pelan-pelan."

Azzahra mengangguk. Dalam hatinya, ia merasa seperti menemukan tempat pulang baru. Bukan hanya rumah, tapi rasa yang hadir saat seseorang benar-benar peduli.

Tak terasa langit mulai gelap. Alvian melihat jam tangannya, lalu menatap Azzahra.

"Yuk, aku antar pulang. Nanti Mama sama Papa kamu khawatir."

"Iya, Kak. Makasih ya..."

"Buat apa?"

"Buat semuanya." jawab Azzahra sambil tersenyum kecil.

Di perjalanan pulang, tidak banyak kata yang diucap. Tapi dalam diam mereka, ada janji yang mulai terukir: untuk saling mengenal, menjaga, dan tumbuh bersama—pelan-pelan, tapi penuh makna.